Sirene Hari Tua
sebuah sendiriku
setangkai lagu
kawani bunga
kulanjutkan suratmu
yang nyatakan suara hati
ya, aku sendiri
tapi tak apa, toh itu tak tabu
("apakabarmu setelah salju kemarin?
("apakabarmu setelah salju kemarin?
kopi yang kujerang ternyata sia-sia sebab tak akan panas
sekarang saja kacamataku ikut berembun
jika kulepas pasti aku tak bisa menulis
rumah tua ini menjadi belahan hatiku
rumah tua ini menjadi belahan hatiku
sebab di dalamnya banyak bekas bekasmu
jaket hujan yang kau gantung di balik pintu masih tetap di situ,
dan sepertinya aku akan mengabadikannnya biar terasa kau seperti ada
oya, surat kepindahanmu sudah kuurus
oya, surat kepindahanmu sudah kuurus
ingat pak cipto yang dulu pernah jadi loper koran di kompleks rumahku?
nah, beliaulah yang tandatangani berkas berkasmu
yah, terbukti sudah dunia memang berputar
lagu romantis kita masih menjadi sisipan indah dalam rutinitas hidupku
lagu romantis kita masih menjadi sisipan indah dalam rutinitas hidupku
walau piringan hitamku sudah renyah, namun nada yang dibunyikan
dari goresan-goresannya masih se-azimat keanggunan yang tiada duanya
harmoninya mengalun sepoi keseluruh lembah
oya sayang, burung kakak tua berjambul biru keunguan sudah mati
oya sayang, burung kakak tua berjambul biru keunguan sudah mati
aku sampai menangis di depan kuburnya yang sudah kuberi nisan
sedihnya tak dapat kutahan hingga tidur malamku, bantal bantal basah
selama tiga hari, tak ada lagi celotehnya yang selalu panggil namamu
setiap bel pintu berbunyi bergemerincing
apakah sweater yang kurajut masih selalu kau pakai?
apakah sweater yang kurajut masih selalu kau pakai?
apakah syal lucu yang kubeli di pasar obral masih sering menggelantung
di lehermu saat musim dingin?
yah, mungkin setelah dua puluh tahun ini benda benda itu tak lagi layak pakai
tapi jangan kau buang, kembalikan saja padaku, aku ingin menghirup
baumu yang pasti sudah menempel di serat serat benangnya
dan apakah kau masih ingat dengan pohon anggur yang kau tanam di
dan apakah kau masih ingat dengan pohon anggur yang kau tanam di
taman kecilku? aku ingat kau selalu mengutip biji biji yang keluar dari
mulutku dan memasukkannya ke dalam tanah dekat kaki kita
sayangku, mereka telah tumbuh besar!
sehingga aku tak lagi perlu mengayuh sepeda dalam cuaca dingin untuk
beli anggur ke kota, sebab telah ada anggur cinta ditaman kecil yang
selalu segar di balik jendela, tempat kita pernah beradu cium yang
berakhir pada perseteruan keringat di kulit tengkuk
dan bagaimana kabarmu pendekar?
dan bagaimana kabarmu pendekar?
sesungguhnya aku tak mau jawaban lain selain kabar kau baik baik saja
aku tak mau kau jatuh sakit
jangan, jangan biarkan itu terjadi
cermin di ujung ranjangku belakangan ini semakin jujur
cermin di ujung ranjangku belakangan ini semakin jujur
ia menunjukkan rambut rambut putihku!
ya..ya..aku sedang menua sayang
dan kau tau, aku semakin cantik dengan keabu-abuan ini
ditambah lagi gestur wajahku sudah mulai bergaris garis
dan seandainya saja tiap garis di kening dan di ujung bibir itu mengeluarkan
huruf huruf, aku yakin huruf huruf itu berbacakan, 'betapa bahagianya
perempuan dengan satu sayap ini menghabiskan sisa hidupnya
dengan cinta yang deras seperti air terjun pada laki laki sang pencuri hati'
sayang, dari kursi tempatku duduk matahari sudah terlihat ingin pulang
sayang, dari kursi tempatku duduk matahari sudah terlihat ingin pulang
momen ini mengingatkan aku pada kebiasaan kita ditiap senja
berjalan bergandengan susuri jalan setapak yang basah yang diguguri
bunga melati kecil putih
di tanganku sudah ada bekal berisi susu coklat hangat dengan roti lapis
buat panganan sembari duduk di atas batu untuk tatapi mentari sore
yang selalu bisikkan selamat datang bulan, dan saat bintang telah ramai,
kita pulang sambil berpelukan
susu coklat hangat sudah habis, roti lapispun begitu
tapi setiba dirumah, kau masih saja minta dibuatkan teh sambil duduk
didepan perapian, hm..saat itu aku selalu melihatmu semakin tampan
yah, itu dua puluh tahun yang lalu
yah, itu dua puluh tahun yang lalu
entahlah hidupku tinggal berapa waktu lagi
andainya hidup tak hanya sekali
bolehkah aku meminta dikenalkan pada penggembala yang sama dalam
kehidupan berikutnya? hingga tak perlu aku membuang waktu berlabuh di tempat lain
sudah malam sayang
sudah malam sayang
selimut yang balut tubuhkupun tak lagi mampu menahan dingin
surat ini kukirim besok dengan menerbangkannya ke langit
pastinya dengan seluruh rasa yang mengiringi
-yang merindukanmu")
sebuah lagu
sebuah lagu
setangkai bunga
temani sendiriku
kuhirup bau tanah di bawah hujan pertama
Yogyakarta, November 19, 2005
Yogyakarta, November 19, 2005
catatan kecil di ujung meja yang terabadikan
-terinspirasi pada rumah kura kura
Comments